![]() |
Penulis : Karnodo,S.Pi (Masyarakat Peduli Demokrasi) |
BREBES.INFO-Negara Indonesia mempunyai sistem pergantian kekuasaan yang dilakukan secara periodik yaitu dikatakan istilah “ Pesta Demokrasi “ sebagai ajang tahunan melalui Pemilihan Umum ( Pemilu ) untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dan Anggota Legislatif serta Dewan Perwakilan Daerah maupun Pemilihan Kepala Daerah ( Pilkada ) untuk memilih Gubernur, Wali Kota dan Bupati.
Pemilu atau pilkada yang bertujuan untuk memilih para pemimpin dan wakil rakyat untuk memimpin negeri ini yang berkualitas dan berintegritas sesuai nilai - nilai kebangsaan yang tertuang dalam tujuan nasional termaktub dalam UUD 1945, oleh karena itu dalam mewujudkan Pemilu maupun Pilkada yang berintegritas terdapat tiga pelaku utama yang wajib dan harus saling bersinergi dengan baik dalam segala hal, dari penyelenggara Pemilu, peserta Pemilu, dan Pemilih atau Masyarakat.
Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum menyebutkan bahwa penyelenggara pemilu terdiri dari Komisi Pemilihan Umum ( KPU ) , Badan Pengawas Pemilu ( Bawaslu ) , Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu ( DKPP ) . integritas dari penyelenggara Pemilu ini yang menjadi syarat utama untuk mewujudkan penyelanggaraan Pemilu yang berintegritas.
Tugas kewajiban dan wewenang para peyelenggara Pemilu tidak mudah banyak tantangan yang luar biasa baik secara fisik maupun mental, banyak hal permasalahan pelanggaran pemilu perlu dihadapi dan diselesaikan sesuai mengacu pada pelaksanaan regulasi yang ada.
Ada kalangan masyarakat kita bertanya “ selama ini apakah Pesta Demokrasi di Negeri Ini sudah benar – benar baik atau tidak baik yang terjadi marak adanya Money Politik jual beli suara pemilih “ selama ini apakah sudah tertangani dan ada tindaklanjuti apa belum. suksesnya Pemilu atau Pesta Demokrasi istilahnya, yaitu minimnya pelanggaran Pemilu di kalangan masyarakat baik yang dilakukan oleh kontestan peserta Pemilu maupun masyarakat umum serta dari penyelenggara Pemilu.
Pemilu mendatang di Tahun 2024 nanti bangsa ini berharap penuh dan besar adanya budaya yang sudah mengakar di kalangan masyarakat yaitu berupa Money Politik ini bisa hilang agar tercipta demokratis yang benar - benar sejatinya Demokrastis di Negeri ini terwujud. Akan tetapi selama ini masih ada saja praktek - praktek Money Politik istilah di Daerah Pantura ada kalimat ucapan “ Wangsit “ ( Uang Ndisit ), “ Berjuang” ( Beras Baju dan Uang ) itu yang terjadi kalangan masyarakat saat ini, kalo nga ngasih ya saya ga pilih bapak atau Ibu Calon ucap masyarakat saat ini. Sepertinya proses pemilu yang sudah - sudah kayak di pasar ada hukum jual beli tawar menawar kata, Bung Karnodo, Hal inilah yang menjadi mindset dalam benak pikiran masyarakat saat ini.
Terkadang saya berpikir siapa yang memulai lebih dahulu apakah dari Kontestan Pemilu karena takut tidak dipilih, jadi mereka mengunakan berbagai macam cara dilakukan oleh para calon - calon legislatif dan pemimpin Eksekutif mereka beranggapan jurus jitu untuk menarik simpatik adalah bagi – bagi bungkusan, ada yang bentuk sumbangan bentuk bangunan infrastruktur jalan , jembatan, gapura, lampu jalan, bahkan paket bungkusan sembako ( Mie, Minyak, Telur, Beras ) sampai Uang cash hal ini bisa dikatakan sebutan “ Money Politik “ cara ini yang diterapkan agar masyarakat memilihnya atau dari kalangan masyarakat yang meminta karena mereka telah dijanjikan atau di iming imingi bantuan oleh kandidat agar memilih calon tertentu pada saat kampanye , semuanya masih menjadi permasalahan yang begitu kompleks bak benang kusut yang susah untuk diurai.
Modal yang begitu luar biasa yang di keluarkan oleh para kandidat kontestan Pemilu dan Pilkada untuk memenangkan dirinya untuk lolos memperebutkan sebuah kursi di parlemen dan pemimpin dalam sebuah pertandingan dalam ajang Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah. Kemanakah penyelenggara pemilihan ini untuk menguarai persoalan yang ada dan masih berjalan saat ini? Apakah hal ini sudah menjadi sistem dalam sebauah kontes ajang Pesta Demokrasi setiap Pemilihan yang termaknai dengan bagi - bagi “ Sedekah Politik “ atau “ Money Politik “. Yang akhirnya ketika mereka para kontestan kandidat sudah jadi pemimpin atau wakil rakyat banyak yang lupa kepada rakyatnya akan tujuan sebenarnya dari falsafah dasar negara karena mayoritas mereka kandidat berpikir sudah membeli suara dari rakyat, akhirnya muncul pemikiran bagaimana uang modal kampanye kandidat kontestan Pemilihan bisa balik modal terjadilah KKN ada dimana – mana.
Partisipasi dan keterlibatan aktif masyarakat yang bermitra dengan penyelengara Pemilihan dalam mengawasi pelaksanaan Pemilihan Umum dan pemilihan Kepala Daerah di lingkungan terkecil inilah yang salah satunya untuk mewujudkan dan memastikan dalam pelaksanaan Pemilu atau Pilkada berjalan sesuai Peraturan Perundang – undangan yang berlaku saat ini agar prinsip dalam Pemilu yaitu mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proposional, profesional, akuntabel, efektif dan efisien bisa tercapai.
Harus ada gerakan pendidikan Politik yang baik untuk masyarakat dan gerakan anti Money Politik di Pemilu dan Pilkada mendatang untuk mengamputasi praktek Money Politik dalam bentuk apapun yang sudah mengakar di masyarakat dan gerakan sadar diri dan legowo bertanding dengan adu gagasan, konsep cara membangun negara lebih baik secara bersama – sama oleh para kandidat kontestan politik dalam ajang Pemilu dan Pilkada yang tertuang dalam pakta Integritas kontestan. Agar demokrasi di negara kita ini tidak ternoda berjalan sesuai dengan konstitusi yang ada menghasilkan Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah baik oleh karena itu kemitraan unsur struktural Pemerintahan, Penyelenggara Pemilihan , Masyarakat bersama – sama berkomitmen untuk menghilangkan adanya praktek Money Politik sampai tuntas di akar rumput di Pemilu Tahun 2024 mendatang.