![]() |
HARIAN BUMIAYU. - Brebes. - Ratusan warga dan petani dari Desa Cimohong, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes, Rabu 19 Februari 2025, menggelar aksi unjuk rasa di depan PT. Daihan Global Indonesia. Mereka menuntut kompensasi atas lahan persawahan yang diduga tercemar limbah perusahaan, sehingga tidak dapat ditanami sejak 2018.
Aksi yang dimulai sejak pukul 06.00 WIB ini dipimpin oleh Amrullah dan Bambang Ciptadi dengan jumlah massa sekitar 150 orang. Para petani menuntut ganti rugi sebesar Rp30 juta per hektar per tahun untuk 7 hektar sawah yang terdampak.
Namun, pihak PT. Daihan hanya menyanggupi kompensasi Rp30 juta untuk seluruh petani terdampak, yang kemudian ditolak oleh para demonstran.
Petani dan masyarakat Desa Cimohong mengungkapkan bahwa telah terjadi empat kali pertemuan antara mereka dengan pihak PT. Daihan Global di Balai Desa Cimohong.
Namun, hingga kini tidak ada solusi yang memuaskan. Pemerintah Daerah Kabupaten Brebes juga telah berupaya menjadi penengah, tetapi negosiasi berakhir tanpa kesepakatan.
Menurut warga, sawah mereka yang berada di belakang sebelah utara PT. Daihan telah tercemar sejak 2018, menyebabkan gagal panen secara berkelanjutan. Mereka meminta pertanggungjawaban perusahaan dengan memfasilitasi pertemuan langsung dengan pemilik atau petinggi PT. Daihan untuk mencari solusi konkret.
Para demonstran membawa berbagai alat peraga seperti mobil, sistem suara, serta spanduk dan pamflet dengan berbagai tuntutan, antara lain:
• Proses hukum kasus limbah PT. Daihan sampai tuntas
• Petani menuntut kompensasi kerugian akibat pencemaran
• Perbaikan sistem pengolahan limbah perusahaan
• Pemulihan lahan pertanian yang terdampak agar bisa kembali produktif
Dalam orasinya, Bambang Ciptadi menegaskan bahwa masyarakat Desa Cimohong tidak ingin dijajah oleh kepentingan asing dan hanya menuntut hak mereka. Ia juga menyampaikan kekecewaan terhadap pemerintah daerah yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat kecil.
"Kami hanya ingin keadilan. Dari 2018 sawah kami rusak, dan sampai sekarang tidak ada tanggung jawab dari PT. Daihan," tegasnya.
Sementara itu, Amrullah menekankan bahwa aksi mereka akan terus berlanjut hingga tuntutan dikabulkan. Ia juga meminta peserta aksi tetap menjaga ketertiban dan tidak terprovokasi oleh pihak lain.
Aksi ini mendapat dukungan dari berbagai organisasi masyarakat seperti Grib Jaya, GMBI, dan Jaga Kali Pemali. Mereka menyatakan akan terus mengawal perjuangan petani hingga mendapatkan keadilan.
Tokoh agama Desa Cimohong, Hj. Hasin, menekankan bahwa ganti rugi yang diminta bukanlah angka yang berlebihan, mengingat potensi pendapatan petani dari sawah yang kini tidak bisa digarap.
"Kami menuntut ganti rugi Rp30 juta per hektar per tahun selama 7 tahun. Kalau dihitung, totalnya mencapai Rp210 juta per hektar. Ini bukan angka yang dibuat-buat, tetapi kerugian nyata yang kami alami," katanya.
Dalam pertemuan dengan perwakilan PT. Daihan, pihak perusahaan melalui Humas Nanang menyatakan bahwa mereka hanya mampu memberikan kompensasi sebesar Rp30 juta untuk seluruh petani terdampak. Tawaran ini langsung ditolak oleh para petani, karena jauh di bawah tuntutan mereka.
Karena tidak ada titik temu, para petani berencana menggelar aksi lanjutan dengan massa yang lebih besar dan melibatkan lebih banyak ormas. Mereka juga berencana melaporkan kasus ini ke kepolisian serta melakukan uji laboratorium mandiri untuk membuktikan pencemaran limbah.
Aksi sempat memanas ketika massa mencoba menerobos gerbang PT. Daihan untuk bertemu langsung dengan manajemen perusahaan. Kepolisian yang mengamankan jalannya aksi sempat terlibat aksi dorong dengan demonstran, namun situasi tetap terkendali.
Kabag Ops Polres Brebes, Kompol Suraedi, menegaskan bahwa pihak kepolisian tidak memihak salah satu pihak dan hanya bertugas memastikan keamanan jalannya aksi.
“Kami hanya menjaga ketertiban agar aksi berjalan damai. Silakan yang ingin melakukan audiensi dipersilakan masuk, yang tidak berkepentingan silakan di luar,” ujarnya.
Dengan belum adanya kesepakatan, para petani Desa Cimohong memastikan bahwa perjuangan mereka belum selesai. Mereka akan terus menekan PT. Daihan, pemerintah daerah, dan instansi terkait hingga tuntutan mereka dikabulkan.
Aksi unjuk rasa ini juga menyebabkan gangguan lalu lintas di sekitar PT. Daihan dan Jalan Raya Pantura, mengingat adanya blokade yang dilakukan oleh massa.
Masyarakat Cimohong menegaskan bahwa mereka bukan menolak investasi, tetapi menuntut keadilan dan tanggung jawab dari perusahaan atas dampak lingkungan yang mereka rasakan. (Rizal S )