![]() |
Kegiatan tersebut diikuti oleh 41 peserta yang terdiri atas kepala desa, anggota BPD, serta pengelola sampah dari tiga kecamatan yakni Bumiayu, Tonjong, dan Paguyangan.
Hadir mewakili Kepala DLH Brebes, Indriyani, S.Sos., M.M., yang memimpin sosialisasi sekaligus memberikan pemaparan mendalam terkait tantangan dan peluang dalam pengelolaan sampah di Kabupaten Brebes.
Dalam paparannya, Indriyani menyebut bahwa permasalahan sampah kini menjadi isu krusial dan mendesak di berbagai daerah, termasuk Brebes. Tumpukan sampah masih ditemukan di sungai, lahan kosong, dan saluran irigasi.
“Selama ini masyarakat masih berpikir bahwa sampah adalah tanggung jawab pemerintah. Padahal, tanggung jawab utama justru ada pada setiap individu,” tegasnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa Kabupaten Brebes termasuk salah satu dari 243 daerah di Indonesia yang mendapat sanksi administrasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akibat pengelolaan sampah yang masih menggunakan sistem open dumping — metode pembuangan terbuka yang mencemari udara, tanah, dan air.
Berdasarkan data DLH, timbulan sampah di Brebes mencapai sekitar 1.300 ton per hari, namun hanya 300 ton yang dapat terangkut ke TPA. Sisanya tercecer di lingkungan dan mencemari ekosistem.
Menanggapi kondisi tersebut, DLH Brebes menciptakan terobosan melalui Program “Bestie” (Balai Edukasi Sampah Terintegrasi). Program ini dirancang sebagai wadah edukasi dan pendampingan masyarakat dalam mengelola sampah secara bijak dan berkelanjutan.
“Program Bestie menjadi langkah awal untuk mengubah pola pikir masyarakat dalam mengelola sampah — agar tidak lagi dianggap beban, melainkan sumber daya,” ujar Indriyani.
Ia menambahkan, DLH Brebes berharap kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, akademisi, dan dunia industri dapat menjadikan Kabupaten Brebes sebagai pelopor pengelolaan sampah terintegrasi dan berwawasan lingkungan di Jawa Tengah.
![]() |
Menurut Prof. Pranoto, kunci utama keberhasilan pengelolaan sampah bukan hanya pada teknologi, tetapi pada perubahan perilaku masyarakat.
“Selama pola pikir kita belum berubah, sampah akan tetap menjadi masalah. Padahal, jika diolah dengan benar, sampah bisa menjadi energi baru dan sumber ekonomi,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa pendekatan biogas menjadi solusi strategis untuk mengubah sampah menjadi energi ramah lingkungan. “Ini bukan sekadar penanganan limbah, tapi transformasi menuju ekonomi hijau,” tambahnya.
Untuk wilayah pedesaan yang jauh dari pusat pengolahan, dikembangkan model EDU-SEMESTA UMUS (ESEM_UMUS) — sistem edukasi dan pemberdayaan masyarakat berbasis karakter lokal dan potensi ekonomi desa.
Model ini memiliki dua inovasi utama:
1. Pengolahan Sampah Organik – “PAS-PROBIOTIK”
Sampah organik diubah menjadi pakan ternak dan pupuk organik menggunakan teknologi probiotik yang ramah lingkungan.
2. Pengolahan Sampah Anorganik – Konversi Plastik Jadi BBM
Sampah plastik dikonversi menjadi bahan bakar minyak (BBM) setara Pertalite, yang berpotensi memperkuat kemandirian energi lokal.
Program percontohan ESEM_UMUS akan dimulai di Desa Dukuhjeruk, Kecamatan Banjarharjo, sebagai langkah awal menuju Brebes bebas sampah dan mandiri energi.
Dengan hadirnya Program Bestie dan dukungan akademisi, DLH Brebes optimistis dapat menciptakan ekosistem pengelolaan sampah terpadu yang berkelanjutan.
“Jika setiap masyarakat ikut berperan, bukan mustahil sampah menjadi berkah dan Brebes menjadi contoh daerah ramah lingkungan di Jawa Tengah,” pungkas Indriyani. ( Rizal )

