![]() |
Rombongan Komite Percepatan Pemekaran Kabupaten Brebes Selatan yang dipimpin oleh Imam Santoso itu datang langsung ke kantor DPRD Jateng untuk meminta penjelasan terkait mandeknya berkas pemekaran yang telah diajukan sejak tahun 2018. Audiensi berlangsung di ruang Komisi A lantai 3 dan turut dihadiri oleh sejumlah anggota DPRD Jateng.
“Berkas pemekaran dari tahun 2018 sampai saat ini masih mandek di Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Kami datang untuk mencari kejelasan, kenapa sudah sekian lama belum juga diproses,” ujar Imam Santoso, Ketua Komite Percepatan Pemekaran Kabupaten Brebes Selatan, usai audiensi.
![]() |
Rombongan Komite Percepatan Pemekaran Kabupaten Brebes Selatan diterima langsung oleh Ketua Komisi A DPRD Jawa Tengah, Imam Teguh Purnomo, bersama sejumlah anggota komisi, di antaranya Tugiman B. Semita (PKS), Nur Fatwah (PPP), Ayuning Sekar Suci (PDI Perjuangan), dan Sumarsono (PDI Perjuangan).
Dalam pertemuan itu, Imam Teguh mengakui bahwa pihaknya belum memperoleh informasi lengkap dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengenai penyebab belum diprosesnya berkas pemekaran Brebes Selatan.
“Kami akan memanggil eksekutif (Pemprov Jateng) untuk meminta penjelasan. Kami ingin tahu sebenarnya permasalahan apa yang membuat berkas ini tidak bergerak,” tegas Imam Teguh Purnomo.
Politisi Partai Golkar itu menambahkan, aspirasi warga Brebes Selatan akan dikawal dengan serius karena menyangkut pemerataan pembangunan dan pelayanan publik.
![]() |
“Karena ini pembahasan baru dan sifatnya urgent, tentu saya kawal,” katanya.
Meski demikian, Imam Teguh juga mengingatkan bahwa pemekaran daerah bukanlah proses sederhana. Salah satu tantangan terbesar adalah pembiayaan.
“Membentuk kabupaten baru butuh biaya besar. Rp1,5 triliun saja tidak cukup. Biayanya bukan hanya untuk membangun kantor bupati atau DPRD, tetapi juga infrastruktur dasar, gaji ASN, dan biaya operasional pemerintahan,” jelasnya.
Usai audiensi dengan Komisi A, rombongan Komite Percepatan Pemekaran Kabupaten Brebes Selatan melanjutkan pertemuan dengan Biro Otonomi Daerah (Otda) Provinsi Jawa Tengah di lantai 11 kantor DPRD Jateng.
Dalam forum tersebut, Imam Santoso kembali menegaskan bahwa perjuangan pembentukan Kabupaten Brebes Selatan telah berlangsung hampir tiga dekade.
![]() |
Menurutnya, perjuangan ini murni berasal dari aspirasi masyarakat yang ingin memperoleh pelayanan publik lebih merata.
“Ini bukan kepentingan politik. Kami hanya ingin masyarakat Brebes Selatan mendapat pelayanan lebih dekat dan adil. Tidak ada yang dirugikan karena wilayahnya tetap berada di Jawa Tengah,” tambahnya.
Sekretaris Komite Percepatan Pemekaran Kabupaten Brebes Selatan, Agus Sutiono, juga menegaskan komitmen pihaknya untuk terus berkoordinasi dengan DPRD dan Pemprov Jateng agar pembahasan pemekaran segera dilanjutkan.
Sementara itu, Kepala Biro Otonomi Daerah (Otda) Provinsi Jawa Tengah, Yasip Khasani, menegaskan bahwa proses pemekaran daerah tidak bisa dilakukan secara cepat karena melibatkan banyak tahapan administratif dan politis.
“Tugas kami di provinsi adalah memfasilitasi dan memastikan semua persyaratan administrasi dan teknis dari daerah pengusul telah terpenuhi,” jelas Yasip.
Ia menyebut, berkas usulan pemekaran Brebes Selatan yang diserahkan sejak 2018 memang terus diperbarui setiap tahun. Namun, keputusan akhir tetap berada di tangan pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri.
“Kami terus melakukan pembaruan data dan pelaporan ke pusat. Tapi prosesnya panjang karena menyangkut kemampuan fiskal, kesiapan infrastruktur, dan pelayanan publik di daerah baru,” ujarnya.
Yasip juga menekankan pentingnya komunikasi aktif antara masyarakat pengusul, DPRD, dan pemerintah daerah agar isu pemekaran tetap menjadi prioritas pembahasan.
“Pertemuan-pertemuan seperti ini penting untuk menjaga semangat dan memastikan aspirasi masyarakat tersampaikan dengan baik,” pungkasnya.
Masyarakat Brebes Selatan menaruh harapan besar agar pemekaran wilayah dapat mempercepat pemerataan pembangunan di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Wilayah selatan yang meliputi Bumiayu, Salem, Tonjong, Sirampog, Bantarkawung, dan Paguyangan dinilai memiliki potensi besar di sektor pertanian dan sumber daya alam, namun selama ini masih tertinggal dalam hal akses pelayanan publik.
“Kami hanya ingin proses ini terus berjalan. Soal hasil akhirnya, kami serahkan kepada pemerintah pusat,” tutur H. Ihya tokoh masyarakat yang hadir dalam audiensi. ( Rizal ).



