HARIANBUMIAYU.COM, Brebes -- Sembilan warga Kabupaten Brebes yang menjadi korban dugaan perbudakan modern di Halmahera Tengah, Maluku Utara akhirnya berhasil dipulangkan ke kampung halaman. Mereka kembali pada Rabu (19/11) malam sekitar pukul 22.00 WIB setelah menjalani kondisi kerja yang tidak manusiawi, dengan jam kerja hingga 12 jam per hari dan upah yang dipotong secara sepihak.
Adapun sembilan pekerja tersebut ialah:
- Herman (Desa Cikakak, Banjarharjo)
- Ahmad Rodin (Desa Pakijangan, Bulakamba)
- Aji Sugondo (Desa Pakijangan, Bulakamba)
- Ilham Sutrisno (Desa Pakijangan, Bulakamba)
- Ihya Ulumudin (Desa Pakijangan, Bulakamba)
- Sugyo (Desa Pakijangan, Bulakamba)
- Abdul Wirto (Desa Bangsri, Bulakamba)
- Hendra Setiawan (Desa Bangsri, Bulakamba)
- M Dandi (Desa Cipelem, Bulakamba)
Salah satu pekerja, M Dandi, harus pulang secara terpisah menggunakan kereta api dari Surabaya karena kondisi kesehatannya.
Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Dinperinaker) Brebes, Warsito Eko Putro menegaskan bahwa proses pemulangan ini dilakukan atas instruksi langsung Bupati Brebes, Paramitha Widya Kusuma. Bupati meminta agar upaya penyelamatan dan pemulangan dilakukan secepat mungkin.
“Ini merupakan atensi Ibu Bupati. Para pekerja ini adalah korban perbudakan modern di Halmahera Tengah. Mereka dipaksa bekerja hingga 12 jam sehari, padahal ketentuannya maksimal 8 jam,” jelas Eko, Kamis (20/11).
Para pekerja menerima upah Rp160 ribu per hari, tetapi tidak pernah mereka terima secara utuh. Upah dipotong biaya mess, makan, hingga selimut, bahkan tetap bayar meski tidak bekerja karena sakit.
“Banyak yang justru minus. Ada yang minus Rp580 ribu, bahkan ada yang sampai minus Rp2 juta,” tambahnya.
Aji Sugondo, salah satu korban, menceritakan awal mula keberangkatan mereka. Tawaran datang dari seorang warga Bulusari bernama Rosul yang menjanjikan pekerjaan ringan di sektor konstruksi dengan jam kerja 4,5 jam dan upah bersih Rp160 ribu per hari.
Namun sesampainya di Halmahera Tengah, semuanya berubah. Jam kerja melonjak menjadi 12 jam, mess yang dijanjikan gratis justru dikenakan biaya Rp50 ribu per hari, dan biaya keberangkatan dibebankan ke pekerja hingga Rp2,7 juta per orang.
“Semua potongan itu membuat kami tidak dapat apa-apa. Justru minus. Yang sakit tetap ditagih biaya mess dan selimut oleh mandor,” ungkap Aji.
Tak kuat dengan kondisi tersebut, sembilan pekerja ini nekat kabur ke Ternate. Di sana mereka hidup terlunta-lunta, tidur di emperan toko dan hanya makan dua kali sehari.
“Harga makanan Rp30 ribu. Beli satu untuk dua orang. Ada yang terpaksa minta kiriman uang dari keluarga,” lanjut Aji.
Pemulangan sembilan warga Brebes ini dapat terlaksana berkat kerja sama Pemkab Brebes, Baznas, Dinas Tenaga Kerja Halmahera Tengah, Pemprov Maluku Utara, serta paguyuban warga Jawa di Maluku Utara. Mereka dipulangkan menggunakan kapal laut hingga akhirnya tiba dengan selamat di Brebes.
Kasus ini menambah panjang daftar pekerja migran antardaerah yang menjadi korban informasi menyesatkan dan perbudakan modern. Pemerintah Kabupaten Brebes berkomitmen melakukan pendampingan dan memastikan kasus serupa tidak terulang.